Monday, October 23, 2017

Tana Toraja, Eksotisme khas Sulawesi Selatan

Tana Toraja, atau lebih dikenal dengan Toraja, buat saya itu lebih dari tagline-nya Dufan. Beyond Expectation. Dari mulai perencanaannya, destinasi wisatanya, sampai pengalamannya yang membekas banget, saya yakin nggak akan terlupa seumur hidup. Cielaah, emang segitunya, Di? Iya, segitunya! Ha ha.

Awalnya, saya dan partner cuma ingin jalan-jalan ke Maluku dan menghabiskan uang disana. (menghabiskan uang, iya bener kok kalian nggak salah baca 😂) Tapi setelah ceki ceki tiket pesawat, eh kok hampir semua maskapai transit di Makassar. Karena kepo, saya iseng coba lihat destinasi wisata apa aja yang ada di Makassar, sampai akhirnya nyerempet buka-buka destinasi Toraja dan…. tercetuslah ide untuk menghabiskan waktu selama 5 hari di Makassar dan Toraja sebelum bertandang ke Maluku. Jujur, bahkan sampai pada fase itu, saya masih nggak terlalu tertarik ke Toraja karena dari reviews orang-orang, destinasi wisatanya kebanyakan tentang graveyard (iya kuburan!). Coba kalian bayangin, ngunjungin kuburan apa sensasinya, coba?

Ciluuuk baaa!

How to get there?

Bagaimanapun, karena partner semangat untuk kesana, saya akhirnya jadi penasaran dan malah jadi semangat juga untuk menginjakkan kaki di Toraja. Ada 2 alternatif menuju Toraja, yaitu menggunakan bus atau pesawat dari Makassar. Sejauh yang saya tahu, sampai sekarang belum ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Toraja, jadi harus melalui Makassar dulu. Saya pilih menggunakan bus, karena selain harganya yang lebih affordable, fasilitasnya lumayan oke, mirip bus eksekutif yang bisa tidur selonjoran pakai selimut gitu, lah 😛 harganya juga murah meriah, sekali jalan cuma Rp160.000! Senang deh kalau yang model begini.

Saya dan partner berangkat dari Makassar pukul 21:00 WITA dan sampai di Toraja pukul 05.00 WITA. Beneran enak banget tidur 8 jam di bus karena tempat duduknya berasa kayak kasur ***lebay***. Sesampainya di perwakilan bus Toraja, kami naik becak motor ke tempat penyewaan terdekat. Nah, mengulang cerita di Makassar yang kesulitan cari penyewaan motor, di Toraja-pun kami merasakan hal yang sama. Mungkin karena memang belum jadi tempat wisata seperti Bali ya,  jadi sewa-sewaan gitu masih minim banget. Bahkan kalau saya nggak salah, di Toraja hanya ada 3 penyewaan motor dan harganya bintang lima, deh! Mahal. Ha ha. Satu hari sewa (12 jam) tarifnya  paling murah Rp100.000, kalau motor “menginap” di homestay / hotel tempat peminjam, dikenakan lagi biaya Rp25.000 – Rp50.000. Jadi sistem penyewaan motor disana adalah, pinjam pagi kembali sore, kalau besok pagi mau pinjam lagi ya berarti harus ke penyewaan lagi. Lumayan ribet dan mahal, kan?

However, Toraja is worth to visit banget menurut saya! Justru karena masih susah ini itu, sensasi  eksplornya lebih berasa. Kalau kata teman saya yang dari Belgia, yang membuat kata "traveling" itu bermakna adalah kesulitan yang kita hadapi, kalau semuanya serba mudah ya namanya "holiday". Eaa.

Terus, plus dan minus-nya waktu trip kemarin apa, Di?

+ Toraja bagus bangettt! Bagus. Banget. Iya, sebagus itu. Alamnya masih asri banget, banyak hijau-hijau dan sejuk. Budanya masih kental sekali, bahkan walaupun rumah / gedung bawahnya sudah menggunakan semen, mereka masih memakai atap tongkonan.
+ Ibu dan bapak (host) tempat saya menginap baik sekali, menerima tamu sebagai anak kayaknya ya.  Feels like home banget, cuy. Di hari ketiga saya di Toraja dan mau kejar sunrise, ibu udah siapin makanan lho jam 4 pagi. Mereka juga selalu usahain apa yang kita butuhin ada disana. Belum lagi, bapak dengan senang hati memberikan destinasi-destinasi yang nggak tercantum di google.
+ Cocok banget untuk yang suka belajar budaya dan sejarah. Ternyata saya salah, berkunjung ke graveyard itu menyenangkan! Karena graveyard di Toraja beda kayak di Jakarta 😂 Ya walau agak merinding-merinding nyetrum gitu.


Made a new friend with this cutie.

- Tiket masuk untuk setiap tempat wisata lumayan mahal. Untuk setiap tempat, wisatawan lokal dipatok harga Rp10.000 dan untuk mancanegara sebesar Rp20.000. Mahal? Itu murah kali, Di!
Iya, sebetulnya murah, tapi jarak antara 1 lokasi dengan yang lainnya itu cukup dekat. Selain dekat, sebetulnya wisata itu juga mengulas hal yang sama. Misal, kain tenun di tempat A dan B atau tempat lihat awan A dan B yang jaraknya kesandung doang nyampe, tapi dengan judul “beda pengelola” maka jadilah tiket masuk yang berbeda.
- Belum jadi tempat wisata yang besar seperti Bali, jadi belum banyak pilihan tempat tinggal (homestay, hotel, dsb). Sarana untuk wisatawan masih terbatas, missal: penyewaan sepeda motor / mobil, rumah makan (serius nyari tempat makan di Toraja itu susahhh kayak nyari berlian)
- Selain susah nyari tempat makan, sekali-sekalinya dapet, mereka jual…. daging anjing. Ea. Mayoritas penduduk memang masih mengkonsumsi daging anjing. Dan harganya cenderung murah daripada ayam / ikan. (saya nggak makan, tapi saya tanya beberapa warung). Selama di Toraja, saya hampir setiap hari makan di homestay karena ibu masak sayur dan makanan rumah yang enak (malah kadang dibawain bekal kalau kita pergi, katanya cari makan susah!), kalau lagi kepepet makan diluar, saya dan partner kebanyakan pesan indomie kayak anak kostan dan 1 kali makan ikan (yang mahal). Ha ha.
- Terakhir, sebetulnya ini faktor cuaca juga, sih. Jadi waktu saya disana, Toraja lagi hujan terus dan karena banyak jalanan yang belum tersentuh aspal, jadilah kita menerobos hujan dan lumpur-lumpur cokelat kental yang tentunya tak manis seperti susu.

Sooo beautiful!








Babang favorit di Toraja. Gerobaknya ditinggal dibawah.















Tips kalau mau backpacking ke Toraja:
  • Siapkan uang yang cukup karena ATM lumayan sulit dicari.
  • Sebelum sampai Toraja, usahakan sudah dapat sewa motor. Saya termasuk beruntung bisa nego harga sewa motor (bahkan motor bisa nginap di homestay). Ada teman satu homestay yang nggak kebagian motor dan jadilah dia ngendep di homestay selama 2 hari karena transportasi disana lumayan sulit. Sayang kan kalau udah datang jauh-jauh tapi nggak bisa ngapa-ngapain?
  • Lebih baik pilih penginapan yang sudah menyediakan breakfast. Beli cemilan dari Makassar kalau perlu. He he.
  • Bawa pakaian tebal, Toraja kalau malam dingiiin.

Untuk perkiraan biaya per orang, kurang lebih seperti ini:




Biaya ini tidak termasuk jajan-jajan kecil ya seperti becak motor di hari pertama dan oleh-oleh. Saya sempat beli kain tenun, kopi asli Toraja dan beberapa kerajinan tangan dari Toraja. Untuk harga kain tenun paling murah sekitar Rp100.000, kopi Rp40.000 dan pernah pernik mulai dari Rp10.000. Walaupun harganya variatif, ada baiknya kalian juga masukkan anggaran belanja oleh-oleh di budgeting ya supaya nggak missed! 😀












Buat yang mau contact sewa motor di Toraja, bisa tanya-tanya ke saya via email: hi.odissey@gmail.com.
Untuk tempat penginapan dan destinasi, saya akan bahas di post selanjutnya ya. Sooo stay tuneddd!

Baiklah, segitu aja sharing dari saya kali ini.
Selamat merencanakan liburan!
🌸 Claudia

Thursday, August 24, 2017

Transit di Makassar, enaknya kemana ya?

Makassaaar!

Kota ini memang sedang menjadi daya tarik wisatawan karena tempat wisata yang cukup naik daun, Rammang-Rammang. Nggak hanya para travelers yang ingin kesana, saya dan partnerpun awalnya ingin juga bertandang kesana, namun karena keterbatasan waktu (dan biaya!) akhirnya kamipun memilih untuk tidak pergi ke Wisata Karst tersebut. Soal keterbatasan biaya, nggak perlu ditanya ya, tapi kalau keterbatasan waktu? Kenapa keterbatasan waktu tuh, Di? Monggo, dibaca post ini sampai habis 😋




Dua hari "singgah" di kantor setelah 10 hari pergi ke Jogja, sayapun kembali mengambil cuti untuk pergi ke Makassar dan Toraja selama 5 hari. (pasti ada aja yang bilang "wah gila, kantor lo enak banget ambil cutinya!" tapi sayangnya saya nggak akan bahas itu disini 😜) Saya dan partner memilih penerbangan pagi dari Jakarta (CGK) ke Makassar (UPG) pukul 05:00 WIB dan mendarat pukul 08:10 WITA.

Oh ya, sebelum saya melanjutkan cerita lebih jauh, saya dan partner tidak bermalam di Makassar, ya. Jadi kami mencari sewa motor hanya untuk berkeliling (dan ke Rammang-Rammang, tadinya) dari jam 08:00ish sampai pukul 19:00 WITA karena pukul 20:00 kami sudah berangkat ke Toraja menggunakan bus malam. Nah, sebetulnya di google ada beberapa tempat penyewaan motor disana yang sudah kami hubungi saat masih di Jakarta, namun mereka mematok harga yang lumayan fantastis, yaitu 150ribu dengan waktu sewa minimal 2 hari. Ketika saya coba nego dan hanya mau sewa selama 1 hari (walaupun nyatanya hanya untuk 12 jam saja), mereka tetap meminta harga 150 ribu. Merasa tidak worth it, saya dan partner memilih untuk tidak mengambil motor tersebut.

Alhasil, sampai di Bandara, jujur kami lumayan bingung karena belum punya pinjaman motor. Niat awal untuk mencari penyewaan motor di Bandara pupus ketika kami tidak menemukan sinar harapan dari kaca spion itu. Saya dan partner juga sudah beberapa kali coba tanya warga lokal yang berkeliaran di sekitar Bandara tentang penyewaan motor, namun hasilnya nihil. Mereka bilang di Makassar hanya ada penyewaan mobil dan ojek motor, bukan penyewaan motor 😅
Merasa harus segera bergerak dan tidak menghabiskan waktu di Bandara, saya dan partner akhirnya memutuskan untuk menggunakan bus Damri bertandang ke Pantai Losari dan nantinya akan menggunakan Pete-pete (sebutan untuk angkutan umum disana) atau berjalan kaki untuk berkeliling.... dengan membawa carrier. Ah, tak apa. Ku senang.

Bingung entah mau fokus kemana... Teddy bear, cool guy, atau neonbox berkualitas?







Untuk sekali jalan, tarif bus Damri adalah Rp27.000 jauh-dekat. Kalau teman-teman ingin langsung ke Pantai Losari dari Bandara seperti saya, kalian bisa menggunakan bus ini karena pool bus ini dekat Pantai Losari / malah driver bisa antar kalian langsung kesana. Sebetulnya, kalian bisa juga naik ojek Rp15.000 untuk pergi sampai keluar Bandara dan ketemu jalan raya, lalu lanjut menggunakan Pete-Pete untuk berkeliling. Harga Pete-Pete Rp5.000 jauh-dekat. Tapi pastikan jangan salah naik Pete-Pete, ya! Bisa tanya warga lokal untuk make sure. Kalian bisa naik Pete-Pete Daya sampai ke Central, lalu lanjut naik 1x Pete-Pete sampai Pantai Losari. Rute ini saya gunakan saat hari terakhir (tanggal 14) saya pulang dari Toraja ke Makassar dan harus ke Bandara (naik Pete-Pete Daya dari Central sampai jalan raya terakhir sebelum masuk kawasan Bandara). 

1. Mie Titi
Berhubung waktu sudah menunjukan pukul 11.30 WITA dan kami cuma breakfast di pesawat, saya dan partner langsung ngacir ke Kawasan Kuliner Makassar. Di dekat pantai Losari, banyak banget restoran atau  kios makanan, jadi kalian nggak perlu khawatir kalau ingin mencicipi kuliner khas Makassar. Saya sendiri dan partner memilih untuk mencoba Mie Titi. Ha ha. Sejujurnya, ini juga diluar ekspektasi. Kami nggak tau kalau ternyata Mie Titi itu legendaris di Makassar dari jaman baheula. Untuk kalian yang mau coba Mie Titi, saya lihat di google ada beberapa cabangnya, jadi tidak harus makan di Kawasan Kuliner Makassar ini.

Abaikan mangganya, ini kita beli di pedagang lain 😜








Untuk harga, rasa dan porsi, Mie Titi juara! Yup, untuk porsi sebesar ini, mereka hanya membandrol seharga Rp30.000. Kenyanggg! Saya saja sampai bungkus karena nggak habis. Ha ha. Jadi dimakan dua kali 😂

Tempat: Mie Titi
Harga: Makanan mulai dari Rp30.000, minuman mulai dari Rp5.000
Jam Operasional: 10:00 - tutup.
Lokasi:

2. Pantai Losari
Ini dia pantai kebanggaan warga Makassar. Selain menjadi tempat kapal berlabuh, Pantai Losari jadi tempat gaul atau hang out para remaja Makassar. Warga lokal bilang, biasanya Pantai Losari ramai sekali kalau malam hari, terutama kalau malam minggu. Ternyata, malam minggu adalah malam nongkrong warga manapun, nggak hanya warga Jakarta. *terserah lo, Di*

Pantai Losari dengan editan warna Tempo Doeloe.




Sebetulnya, tidak banyak aktifitas yang bisa dilakukan di pantai ini, karena memang jenis pantainya bukan untuk snorkeling, surfing, atau lenyeh-lenyeh di pasir. Kalau teman-teman punya lebih banyak waktu, kalian bisa menyebrang ke Pulau Lae-Lae atau Pulau Gusung dan nggak perlu bingung karena banyak warga lokal yang menawarkan jasa boat untuk menyebrang. Pulaunya sendiri tidak terlalu jauh kok, bahkan bisa kelihatan dari Pantai Losari. Untuk harga boat, mohon maaf saya tidak tau karena kemarin nggak sempat tanya juga. Tapi pastinya, semakin ramai, semakin murah 😛

Ini masih masuk kawasan Pantai Losari. Jadi landmark yang oke buat spot foto!

HTM: Tidak dipungut biaya. Ada toilet umum Rp2.000
Jam Operasional: 24 jam karena tidak ada gate
Lokasi: Jalan Penghibur, Losari, Maloku, Ujung Pandang, Maloku, Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90113, Indonesia

3. Fort Rotterdam
Dari namanya, pasti udah ketebak banget kalau tempat ini adalah peninggalan Belanda. Eits, tapi jangan salah, Fort Rotterdam awalnya adalah bangunan kerajaan Gowa-Tallo, itu lho, kerajaan yang terkenal di Makassar dan sering muncul di buku sejarah dulu. Yup, setelah menandatangani perjanjian, bangunan luas yang awalnya bernama Benteng Ujung Pandang ini akhirnya diambil alih oleh Belanda dan namanya diganti menjadi Fort Rotterdam.












Tempat: Fort Rotterdam
HTM: Sukarela (bulan Agustus gratis untuk memperingati kemerdekaan Indonesia)

Jam Operasional: 08:00-18:00
Lokasi: Jalan Ujung Pandang, Bulo Gading, Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90171, Indonesia


Selain bisa berkeliling di sekitar bangunan, kalian bisa juga cari tahu peninggalan-peninggalan sejarah seperti keramik asing, naskah, dan lain sebagainya di Museum La Galigo yang terletak di dalam komplek Fort Rotterdam. Waktu saya bertandang kesana, sedang ada kegiatan yang melibatkan anak-anak dari Africa untuk mengenal sejarah Indonesia, jadi cukup ramai 😛

Foto bersama manusia peninggalan sejarah.


Selain jadi tempat wisata, komplek Fort Rotterdam juga menjadi tempat untuk melakukan berbagai kegiatan. Waktu saya kesana, ada sekumpulan anak-anak sekolah dan ibu-ibu yang sedang berlatih menari. So far, saya merekomendasikan tempat ini untuk dikunjungi, karena selain lokasinya yang dekat dengan Pantai Losari (hanya jalan beberapa ratus meter), kalian juga bisa lebih mengenal sejarah bangsa sendiri baik itu dari bangunan Fort Rotterdam maupun dari Museum La Galigo.  Anyway, untuk yang suka sejarah, sebaiknya pakai tour guide ya, karena berguna banget!

Tempat: Museum La Galigo
HTM: -/+ Rp10.000
Jam operasional: 08:00-15:30
Lokasi: Jl. Ujung Pandang No.2, Bulo Gading, Kec. Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221, Indonesia

Oh ya, bonus tambahan. Sepanjang Pantai Losari sampai Fort Rotterdam itu cocok banget buat lihat sunset, jadi buat sunset catcher, bisa langsung ngacir kesini 😄

Definisi cantik milik langit Makassar, waktu itu.





Rincian biaya:
Bus Damri: Rp27.000
Mie Titi: Rp35.000
Pete-Pete ke terminal bus: Rp5.000
**Total Biaya: Rp67.000**


Affordable banget untuk menghabiskan waktu sebelum berangkat ke Toraja, bukan? Anyway, ini pengeluaran general ya, belum dihitung dengan jajan (saya sempat beli kelapa muda dan mangga, juga beberapa keperluan di mini market). Kalau teman-teman mau mencoba banyak kuliner di Kawasan Kuliner Makassar, pergi ke Rammang-Rammang ataupun menyebrang ke Pulau Lae Lae, bisa juga. Tapi tentu siapkan kocek yang lebih ya! Selain itu, pastikan juga waktu kalian cukup, sehingga nggak ketinggalan bus malam atau pesawat untuk destinasi selanjutnya 😁

Baiklah, segitu aja sharing dari saya kali ini.
Selamat merencanakan liburan!
🌸 Claudia